Kamis, 14 Juli 2011

Hurricane Season (2009)


Director: Tim Story

Stars: Forest Whitaker, Isaiah Washington, and Bow Wow

Genres: Drama | Sport

Stock Bima: Original (Gambar bagus, Subtitle bagus)

Masih ingat dengan badai Katrina? Badai dengan nama cantik ini pada tahun 2006 lalu sempat jadi pusat perhatian seluruh dunia, karena ‘ulah’-nya yang meluluhlantakan kota New Orleans dan sekitarnya. Akibat Katrina, lebih dari 200.000 rumah rusak atau hancur. Para penduduk New Orleans pun terpaksa harus mengungsi ke wilayah Arkansas dan sekitarnya agar selamat dari maut. Badai ini memang luar biasa destruktif dan menyeramkan. Tapi dibalik kekelaman sang badai, tersimpan sebuah kisah nyata bak dongeng yang manis dan mengharukan.

Hurricane Season diangkat dari sebuah kisah nyata mengenai perjalanan pelatih basket SMA Patriots bernama Al Collins dalam menuntun tim basketnya meraih gelar juara. SMA Patriots sendiri merupakan sekolah yang berada di wilayah New Orleans. Pada awalnya, Al Collins telah berhasil membentuk sebuah tim yang hebat dan dia sangat yakin akan berhasil menjuarai liga basket SMA. Namun, badai Katrina yang datang menyapu New Orleans menyebabkan sekolah Patriots (termasuk fasilitas basketnya) hancur total. Para pemain-pemain bintang Patriots pun satu demi satu pindah ke sekolah lain. Meski begitu, Al Collins tidak menyerah. Dia membangun kembali tim basketnya dari nol. Mulai dari membersihkan lapangan basket yang hancur oleh badai, meyakinkan pemain lama untuk tetap tinggal, merekerut pemain-pemain baru yang skeptis, segala hal dia geluti untuk membentuk ulang sebuah tim juara.

Harus diakui, plot seperti ini sudah sangat sering digunakan oleh film-film bertemakan olahraga. Cerita tentang sebuah tim yang harus melalui berbagai masalah tapi tetap berhasil menang akibat kerja keras dan kerja sama tim sudah amat sangat umum kita konsumsi. Meski begitu, perlu dicatat, Hurricane Season sama sekali tidak terasa seperti sebuah film klise garing nan predictable. Sebaliknya, film ini terasa segar dan menarik. Tidak heran, karena aktor Forest Whitaker (yang memerankan Idi Amin dalam film legendaris The Last King of Scotland) memainkan perannya sebagai Al Collins dengan baik. Masalah perseteruan antara pemain yang berasal dari East bank dan West bank tereksplorasi dengan baik. Permainan basket yang disuguhkan terasa natural dan mengasyikan untuk ditonton. Dan last but not least, kehadiran Preston Burke-nya Grey’s Anatomy sebagai pelatih lawan yang kemudian menjadi asisten pelatih Al Collins cukup membuat film ini lebih enak untuk dinikmati.

So guys, rent this movie now! Only at Bimasakti. :)

Gnomeo and Juliet (2011)


Director: Kelly Asbury
 
Stars: James McAvoy, Emily Blunt, and Maggie Smith
 
Genres: Animation | Adventure | Comedy | Family | Fantasy | Romance
 
Stock Bima: DVD (Gambar kurang, Subtitle Inggris kurang, Subtitle Indonesia kurang)
 
Sekali lagi, muncul sebuah film animasi yang luar biasa. Setelah Toy Story 3, Rapunzel (Tangled), Megamind, dan sederetan film animasi sukses lainnya, kini giliran Gnomeo and Juliet yang siap untuk menghibur anda dengan keajaiban ala dunia animasi-nya. Entah kenapa, tapi sepertinya film-film animasi akhir-akhir ini selalu sukses untuk memainkan emosi penonton. Sama seperti para film animasi pendahulunya, Gnomeo and Juliet juga memiliki kualitas yang dapat membuat penonton tertawa terbahak-bahak, menangis tersedu-sedu, terbuai romantisme yang manis, serta terpukau dalam ketegangan.
 
Seperti yang bisa ditebak dari judulnya, Gnomeo and Juliet mengadopsi konsep klasik Romeo and Juliet sebagai plot utamanya. Alkisah, ada seorang pria tampan dan seorang gadis cantik yang saling jatuh cinta. Sialnya, mereka berasal dari dua keluarga yang bermusuhan sehingga mereka terpaksa menjalin cinta secara sembunyi-sembunyi. Uniknya, dalam film Gnomeo and Juliet, pria tampan dan gadis tersebut bukan manusia, melainkan sebuah Gnome! Patung-patung kurcaci yang biasa digunakan untuk menghias taman. Keluarga yang bermusuhan tadi adalah keluarga gnome berwarna merah dan keluarga gnome berwarna biru. Mereka secara alamiah saling membenci dan saling bersaing untuk menciptakan taman yang lebih indah. Bisa ditebak, hubungan antara Gnomeo dan Juliet mengalami ujian berat. Karena semakin hari, pereseteruan antara gnome merah dan gnome biru semakin meruncing.
 
Sama seperti film animasi pada umumnya, Gnomeo and Juliet memiliki plot yang cenderung sederhana tapi menarik. Yang menjadi daya tarik utama film ini adalah karakter-karakternya yang lucu (bayangkan segala ornamen yang ada di taman belakang anda... hidup!), adegan-adegan petualangannya yang unik, lelucon yang segar, dan soundtrack yang indah. Satu-satunya hal yang membuat film ini kurang menggigit adalah... happy endingnya. Film ini akan lebih bagus dan memorable seandainya dibuat sad ending. Uniknya, dalam film ini ada adegan dimana Gnomeo berdebat dengan patung Shakespeare (yang juga hidup!). Shakespeare bercerita tentang sad ending kisah Romeo and Juliet sambil memprediksi bahwa Gnomeo akan berahir sama dengan Romeo. Gnomeo membantah dan berkeras bahwa happy ending bisa tercipta. Shakespeare akhirnya mengangkat bahu dan berkata, “yeah, tentu saja aku bisa membut Romeo datang tepat waktu, tapi ceritanya tidak akan seseru aslinya.”
 
So guys, rent this movie now! Only at Bimasakti. :)

The Swicth (2010)


Directors: Josh Gordon, Will Speck
 

Genres: Comedy | Drama | Romance

Stars: Jennifer Aniston, Jason Bateman, and Patrick Wilson
 

Stock Bima: Original (Gambar bagus, Subtitle bagus) 

Pernahkah kalian temenan sangat deket sama lawan jenis, saling sayang, saling peduli, sampai-sampai kalian bertanya ‘are we in love?’. Kalau kalian pernah, berarti kalian bakal memahami perasaan tokoh utama film ini: Wally Mars. Wally Mars adalah seorang analis saham dari New York yang berteman dekat dengan seorang wanita independen bernama Kassie Larson (dimainkan oleh sang dewi, Jennifer Aniston). Hubungan Wally dan Kassie sangat dekat, tapi –meski teman baik Wally seringkali berusaha meyakinkan Wally bahwa dia jatuh cinta pada Kassie– mereka berdua tidak menganggap hubungan tersebut sebagai sesuatu yang spesial dari sudut pandang asmara.
 
Konflik bermula ketika Kassie memutuskan untuk memiliki anak. Karena dia single, maka untuk mewujudkan niatnya, Kassie menggunakan teknik bayi tabung. Mendengar rencana ini, Wally menjadi tersinggung. Alasannya, Wally menganggap bahwa bayi tabung merupakan suatu hal yang gila dan tidak alami. Selain itu, Kassie yang sama sekali tidak mempertimbangkan sperwa Wally sebagai bahan baku membuat Wally merasa... cemburu? Singkat cerita, Kassie akhirnya mendapatkan donor sperma yang tepat: seorang prince charming bernama Roland. Sialnya, lewat sebuah insiden yang kocak, Wally yang sedang mabuk tidak sengaja membuang sperma Roland yang sudah disiapkan. Karena panik, Wally kemudian mengganti sperma Roland tersebut dengan sperma dirinya sendiri. Ketika akhirnya Wally sadar, dia ternyata tidak mengingat peristiwa yang dialaminya selama dia mabuk. Pada akhirnya, Kassie hamil dan memutuskan pindah ke Minessota karena iklimnya lebih cocok untuk membesarkan anak. Wally yang kehilangan Kassie kemudian melanjutkan hidupnya dalam kekosongan yang tidak dia mengerti.
 
Tujuh tahun kemudian, Kassie kembali ke New York. Dia membawa anaknya, Sebastian, yang memiliki kesamaan-kesamaan tertentu dengan Wally. Dengan mudah, Wally menjadi sangat dekat dengan Sebastian. Pada saat yang bersamaan, Kassie kembali bertemu Roland dan sedikit banyak, mereka berdua saling menyukai. Bagaimana dinamika hubungan antara Wally-Kassie-Sebastian-Roland berlanjut kemudian merupakan inti dari plot film ini.
 
Jika dinilai secara objektif, The Swicth memiliki segala hal yang perlu dimiliki oleh sebuah film komedi romantis bagus. Ada karakter-karakter dengan kepribadian yang unik, ada hubungan-hubungan yang konyol dan rumit, dst. Tapi yang paling menarik dari The Swicth adalah bagaimana kita menyaksikan perkembangan hubungan antara Wally dan Sebastian, Wally dan Kassie, serta Wally dan Roland perlahan-lahan membawa Wally pada satu kesimpulan: bahwa dia mencintai Kassie.
 
So guys, rent this movie now! Only at Bimasakti. :)

Selasa, 12 Juli 2011

I am Number Four (2011)


Director: D.J. Caruso

Stars: Alex Pettyfer, Timothy Olyphant and Dianna Agron
 
Genres: Action | Sci-Fi | Thriller
 
Stock Bima: Original (Gambar bagus, Subtitle bagus)

As we all know, kebanyakan remaja cowok biasanya enggan deket-deket sama film yang terlalu berbau drama romantis. Sebaliknya, remaja cewek biasanya engga suka sama film yang terlalu berbau aksi dan sci-fi. Untuk mengatasi kecenderungan ini, sutradara D.J. Caruso menciptakan sebuah film yang menggabungkan drama romantis dan aksi sci-fi sekaligus. Sebuah film yang pasti bakal disukai oleh remaja cowok sekaligus remaja cewek: I am Number Four.

Alkisah sebuah planet yang bernama Lorien baru saja dihabisi oleh ras Mogadorian. Tapi sebelum Lorien benar-benar habis, sembilan anak Lorien yang memiliki kekuatan istimewa, masing-masing ditemani seorang penjaga, berhasil diungsikan ke bumi. Sialnya, Mogadorian ternyata mengetahui pengungsian tersebut, sehingga mereka menyusul ke bumi untuk menghabisi sembilan anak tersebut. Kemudian diceritakan bahwa Mogadorian harus menghabisi anak-anak tersebut berdasarkan urutan. Tiga orang pertama telah berhasil dibunuh, dan kini para Mogadorian bergerak untuk mencari sang nomer empat: seorang remaja tanggung dengan nama alias John Smith. Bisa ditebak lanjutannya, John Smith harus tetap bersembunyi sambil mempelajari kekuatan istimewanya sebelum para Mogadorian menemukannya.

Sejauh ini memang terlihat full-testoteron, tapi sebenarnya plot IANF didominasi oleh Esterogen. Di pertengahan film, John Smith bertemu dengan Sarah (Dianna Agron, Quin Fabray dalam serial Glee) dan perlahan-lahan mereka saling jatuh cinta. Selanjutnya, bermunculan unsur-unsur yang selalu ada dalam serial teenlit manapun: mantan pacar yang cemburu, anak cupu yang selalu disiksa oleh para pemain football, kencan romantis di festival kota, dst... dst... Pada bagian ini, para remaja putra mungkin akan merasa gerah dan bosan, tapi para remaja putri pasti akan sangat menikmati alur cerita. Bagaimanapun juga, chemistry antara John Smith dan Sarah memang terasa cocok. Image Sarah yang masih sangat Quin Fabray, dan John Smith yang sedikit banyak menyerupai Finn Hudson mau tidak mau membuat penonton merasa familiar dengan pasangan ini. Akibatnya, hubungan antara Sarah dan John menjadi sangat mudah untuk dinikmati.

Kesimpulannya, film ini lumayan. Drama romantis-nya bisa membuat para pria gerah, tapi adegan-adegan aksi berbasis CGI-nya yang sangat bagus bisa membayar kegerahan tersebut. Sebaliknya, para wanita yang tidak suka dengan Mogadorian yang menjijikan dan adegan aksi yang meledak-ledak dapat dipuaskan dengan cenat-cenut antara John dengan Sarah. Untuk segala keburukan film ini (klise, predictable, dll) ada dua kebaikan yang membayarnya (aksi keren, CGI mantap, chemistry dapet, Sarah cantik, dll).

So guys, rent this movie now! Only at Bimasakti. :)

Source Code (2011)


Director: Duncan Jones
 
Stars: Jake Gyllenhaal, Michelle Monaghan and Vera Farmiga
 
Genres: Mystery | Sci-Fi | Thriller
 
Stock Bima: DVD (Gambar bagus, Subtitle Inggris bagus, Subtitle Indonesia bagus) 

Let me get this straight: Source Code is a very damn good movie. Banyak kritikus dan fans film yang beranggapan bahwa sejauh ini, Source Code merupakan film terbaik di tahun 2011. Dan predikat ini memang layak disandang oleh Source Code karena film ini berhasil menggabungkan aksi yang menegangkan, fisika kuantum, serta kemanusiaan dan sentuhan emosional dengan sangat sukses. Source Code bercerita mengenai serangan teroris di Chicago. Sejauh ini, sang teroris telah sukses meledakan dua buah kereta dan membunuh semua penumpang didalamnya. Dan belum cukup sampai disitu, dia berencana untuk melanjutkan terornya dengan meledakan satu bom lagi. Terang saja seisi Chicago langsung panik. Pemerintah pun dengan kalang kabut berusaha untuk menemukan sang teroris sebelum dia meledakan bom kedua.

Dalam segala kekacauan ini, sebuah program komputer bernama Source Code mendapatkan kesempatan unjuk gigi untuk pertama kalinya. Pada dasarnya, Source Code adalah program yang dapat memasukan seseorang kedalam 8 menit terakhir memori orang lain yang telah tewas. Sang tokoh utama, Capt. Cotler Steven (identitas sebenarnya yang mengejutkan baru diketahui dipertengahan film), kemudian dipaksa masuk kedalam memori terakhir salah seorang korban yang tewas dalam pengeboman di kereta. Dia diperintahkan untuk mencari dimana bomnya diletakan serta siapa terorisnya. Dalam Source Code, Steven mengalami disorientasi dan kehilangan memori sehingga dia terus gagal menemukan sang teroris. Setiap kali dia gagal, Source Code akan mengirimnya kembali ke awal memori tersebut. Perlahan-lahan, setelah terus mengulang, Steven mulai belajar untuk menganalisis situasi dan semakin mendekati sang teroris.

Itulah plot inti dari Source Code. Mungkin kebanyakan dari kalian akan berpikir bahwa Source Code hanya sekedar film aksi klise yang engga jauh beda dari Groundhog Day, Inception, Déjà vu, 12 Monkeys, Quantum Leap, The Butterfly Effect, Memento, Avatar, Assasin's Creed, Vantage Point, Unstoppable , atau Final Destination. Well, ketahuilah, saudara-saudara: Source Code berbeda jauh dengan film-film diatas. Bahkan dalam beberapa hal, Source Code lebih baik daripada film-film tersebut. Mengapa? Alasannya adalah:

1. Source Code is SMART. Plotnya original, dialognya berisi, dan alur petualangan Steven dalam mencari sang teroris benar-benar didesain untuk memanjakan otak penonton.

2. Source Code is HUMANE. Engga kaya Jason Statham atau Cobb yang selalu dingin, profesional, dan fokus pada misi, Steven hanya manusia biasa sama seperti kita. Sepanjang film, kita akan melihat dia bingung, panik, salah, egois, keras kepala, dll. Intinya, dia sangat manusia, bukan superhero.

3. Source Code is THRILLING. Seperti yang bisa kalian bayangkan, nyari teroris dalam waktu delapan menit itu susah. Melihat bagaimana Steven berjuang melawan waktu dan berbagai tekanan untuk menemukan sang teroris pasti akan membuat pantat anda lekat di tempat duduk.

4. Source Code is TOUCHING. Pada akhir film, kita akan diajak untuk merenungkan betapa berharganya hidup ini. Betapa setiap detik yang kita dapatkan adalah anugrah, dan kita harus mulai belajar untuk menghargainya.

So guys, rent this movie now! Only at Bimasakti. :)

Sucker Punch (2011)



Director:  Zack Snyder
 
Stars: Emily Browning, Vanessa Hudgens and Abbie Cornish
 
Genres: Action | Adventure | Fantasy | Thriller
 
Stock Bima: DVD (Gambar bagus, Subtitle Inggris bagus, Subtitle Indonesia bagus) 

Kalau anda suka film Inception sekaligus suka video game, maka anda dijamin akan menyukai Sucker Punch. Kenapa? Karena mirip seperti Inception, Sucker Punch juga bercerita tentang lapisan-lapisan dimensi yang saling berkaitan (meskipun kaitan antar dimensinya engga sekuat Inception), yang bisa bikin kening berkerut dan batin bertanya ‘itu maksudnya gimana?’. Dan mirip seperti Inception (lagi), film ini juga bertaburan aksi dan efek dari awal sampai akhir cerita. Bedanya, kalau aksi dalam Inception berasa seperti gabungan antara James Bond dan Matrix, aksi dalam Sucker Punch lebih bersifat fantasi. Inilah alasan penggemar video game pasti akan menikmati Sucker Punch, karena dalam film ini akan muncul monster samurai, zombie nazi, naga, dan segala ‘mahluk’ yang biasa kita temui dalam video game-video game favorit kita.
 
Sucker Punch bercerita tentang seorang remaja putri bernama Amber yang dituduh membunuh adiknya sendiri oleh ayah tirinya. Amber kemudian dikirim ke sebuah rumah sakit jiwa yang korup dan kotor. Pimpinan rumah sakit jiwa tersebut kemudian menyarankan sang ayah tiri untuk melakukan ‘lobotomi’ terhadap Amber, sebuah proses medis untuk menghilangkan ingatan serta kepribadian secara keseluruhan. Ditekan dari berbagai arah, Amber kemudian memfantasikan beberapa dimensi yang saling berkaitan. Dimensi pertama adalah dunia nyata, dimana dia dikurung dalam rumah sakit jiwa dan harus meloloskan diri dari lobotomi. Dimensi kedua adalah fantasi Amber dimana dia dikurung dalam sebuah rumah bordil dan harus meloloskan diri sebelum pelanggan pertama menodainya. Dan dimensi ketiga adalah sebuah dunia CGI full-action dimana Amber harus menghadapi berbagai monster fantasi dibawah bimbingan seorang pria tua misterius. Bagaimana Amber bertualang dalam ketiga dimensi yang campur-campur ini untuk meloloskan diri dari lobotomi merupakan inti dari plot Sucker Punch. Dan percayalah, saudara-saudara, film ini seru sekale!
 
Meskipun lumayan bagus, harus diakui kalau Sucker Punch punya kelemahan fatal dalam masalah jalan cerita. Penggambaran perpindahan antar dimensi dan kaitan antar dimensi tersebut tidak sejelas Inception. Akibatnya, banyak penonton yang bingung dan tidak mengerti sama sekali ini film sebenarnya bercerita tentang apa. Yang ada, plotnya malah terkesan ‘maksa’ dan ‘cheesy’. Selain itu, meskipun CGI dan koreografi aksi dalam film ini benar-benar memanjakan mata, lama-lama jadi terasa agak membosankan karena superioritas Amber dkk yang kesannya lebih kuat dari Sylvester Stallone atau Chuck Norris. Kesimpulannya, ada tiga reaksi yang mungkin muncul setelah menonton film ini. Pertama, kalau anda menonton tanpa berpikir, anda akan puas menikmati sajian aksi dan animasi yang luar biasa, tapi bingung dengan jalan cerita. Kedua, kalau anda menonton sambil berpikir, anda akan puas total dengan film ini. Ketiga, kalau anda menonton sambil berpikir terlalu banyak, anda akan mencela kebolongan plot film ini habis-habisan dan dongkol karena menganggap film ini cuma jualan cewe-cewe seksi yang bisa berantem.
 
So guys, rent this movie now! Only at Bimasakti. :)